Drive
Dir. Nicolas Winding Refn
I’m a big fan of Refn films. Sebut saja Pusher Trilogy, Valhalla Rising, sampai film cultnya: Bronson (Yang diperankan oleh Tom Hardy, yang akan menjadi Bane di Dark Knight Rises). Di Drive, Refn menggabungkan investigasi dan drama Film Noir, fast cars ala Grindhouse dan ‘80s romanticism (John Hughes anyone?). Karakter utama si Driver yang tidak bernama dan sedikit bicara ini mengingatkan saya pada karakter Steve McQueen di Bullitt (1968) dan Man With No Name yang diperankan Clint Eastwood di trilogy spaghetti western nya Sergio Leone. Usaha Refn dalam memotong semua dialog-dialog yang tidak esensial justru membuahkan hasil yang sangat relevan untuk sebuah film dengan karakter anti-hero dan ambiguitas moralnya yang kompleks. Shot-shot dalam mobil yang jenius, violent death scenes dan soundtrack dengan atmosfir ‘80an yang pas untuk sang protagonis berjaket kalajengking itu. On the plus side, sepertinya ada homage kecil Refn ke Cannibal Holocaust dengan memakai lagu Riz Ortolani untuk salah satu adegan paling epic di film ini (walaupun lagunya berbeda). Sensasi cool film ini sama seperti saat menonton Pulp Fiction untuk pertama kalinya. This is my personal favorite for 2011. [AK]
The Yellow Sea
Dir. Na Hong-jin
Saya mulai mengikuti perkembangan South Korean New Wave Setelah melihat banyaknya genre films bagus yang mereka produksi sejak tahun '90an akhir sampai sekarang. Sebut saja: Oldboy, I Saw The Devil, Man From Nowhere, The Host, The Chaser, Mother & Memoirs Of A Murder. Sebelum mendirect The Yellow Sea, Na Hong-jin pernah juga membuat thriller neo noir berjudul “The Chaser (2008)”. The Yellow Sea dimulai dengan mood neo-noir yang lambat, namun intens. Seorang supir taksi yang desperate mencoba bermain detektif untuk mencari istrinya yang hilang. Set-pieces dan setting pun sangat menarik: kehidupan urban perbatasan Korea Utara, Cina & Rusia. Na Hong-jin berhasil membuat transisi yang asik dari segmen pertama yang build up nya agak slow, dan merubah mood film berputar haluan 180 derajat menjadi sebuah manhunt action yang sangat intense. Film ini juga diputar di section Un Certain Regard di Cannes 2011. Perfectly captured, and will keep you on the edge of your seat. You’ll never see anything like this before. [AK]
Melancholia
Dir. Lars Von Trier
Jika mencari hiburan, sudah tentu film-film Lars Von Trier adalah ide buruk. Sebut saja Dogville, Manderlay, Dancer in the Dark sampai Antichrist. Tujuan Lars adalah memprovokasi audiens nya, dan memicu kontroversi. Sutradara penganut paham Dogme 95 ini memberikan visual yang fantastis untuk Melancholia, dan menancapkan ide bahwa kiamat sudah dekat, kepada penontonnya. Kirsten Dunst berhasil membawa gelar best actress Cannes 2011 untuk film ini, dan ya, this is the Kirsten Dunst you’ve never seen before (aside from the frontal nudity). Film dibagi menjadi 2 chapter: Satu dari sudut pandang Justine (Kirsten Dunst) dan part 2 dari sudut pandang Claire (Charlotte Gainsbourg, yang malah terlihat melempem disini). Sesuai dengan judulnya, tema-tema sentral disini adalah depresi, unhappiness, dan kesedihan berskala 9/11. Melancholia juga adalah sebuah nama planet yang akan menabrak planet bumi dalam hitungan hari, beberapa hari sesudah pernikahan Justine dengan calon suaminya. So, if you’re looking for a feel-good movie, go watch Lion King. But if you’re looking for an art-house cinema with dazzling visuals and a doomsday orchestrated by Wagner’s, go watch this one. [AK]
Tree Of Life
Dir. Terence Malick
Days of Heaven (1978) adalah salah satu film dengan sinematografi terindah yang pernah saya lihat. Terence Malick menulis dan mendirect film itu dengan bantuan Nestor Almendros sebagai D.O.P. Film terakhir dia, The New World (2005) bercerita mengenai Pocahontas dan John Smith, dan berdurasi 2 jam. Setelah absen 6 tahun, tiba-tiba sang penyair visual ini kembali lagi dengan Tree of Life. Sebuah dialektika antara manusia dan penciptanya yang juga menjadi salah satu film paling spiritual setelah Baraka. Shot-shot low angle pada saat anak-anak kecil berlari, banyaknya penggunaan natural light (baca: matahari) dan narasi non-linear adalah cara Malick berpuisi lewat filmnya. Melihat film ini seperti melihat kumpulan-kumpulan foto instagram yang bergerak dan di edit dengan brilian. Sebuah perjalanan metafisik yang membutuhkan lebih dari satu kali tontonan. With this kind of film, you will really hate it or will really love it. No other filmmaker can match Terence Malick. [AK]
Contagion
Dir. Steven Soderbergh
Jika epidemik flu babi dan flu burung yang beberapa waktu lalu menggoncang dunia terasa begitu menyeramkan, maka Steven Sodherberg menawarkan plot yang cukup menarik disini: sebuah virus yang menular lewat kontak kulit manusia. Didalam ensemble cast ini tidak ada protagonis maupun antagonis, narasi pun tidak linear. Pergerakan kamera dibuat serealistis mungkin, menyerupai sebuah film dokumenter. Lihat saja karya Steven sebelumnya: Kafka (1991), Erin Bronkovich (2000) & Traffic (2000), ya, memang Sodherberg ahlinya cinema verite! Analogi narasinya mungkin seperti film 500 Days of Summer, hanya saja dalam versi yang lebih mematikan. If the plot doesn’t interest you, the cast will: ada Gwyneth Paltrow, Marion Cotillard, Laurence Fishburne, Matt Damon, Jude Law dan Kate Winslet disini. Dinamika politik yang ingin ditampilkan disini terasa begitu kental. Contagion adalah sebuah docudrama ultra-realistik yang menggambarkan bagaimana sebuah bencana global dilihat dari sudut pandang berbagai scope sosial: jurnalis, dokter, pasien, masyarakat, WHO, sampai Department of Homeland Security. Setelah H1N1 dan SARS, ternyata ada MEV-1 yang jauh lebih mematikan dan memakan banyak korban. Semoga saja tidak ada sedikitpun fakta yang benar dari film ini. Let’s all hope that this film was based from pure fiction. [AK]
www.thebastardsofyoung.com
Order from 9 AM - 7 PM
LINE: bastards_of_young
Phone : 0812-2002-9263 (SMS only)