DISKORIA adalah Fadli Aat dan Merdi Simanjuntak. Mereka adalah DJ duo, Party-maker dan music enthusiast yang memainkan lagu-lagu Pop Indonesia dan juga mengkoordinasi gigs-gigs party bersama SUARA DISKO. Terakhir mereka baru merilis single bersama Dian Sastrowardoyo.
DISKORIA: “Timbul keresahan kami melihat musik Indonesia dianak-tirikan di club, bahkan dilarang untuk diputar.”
[interview.aldy / pics.diskoria docs / june 2020]
Gimana awal mula kalian bertemu dan menginisiasi Diskoria? Mengingat background kalian memang sangat musikal: Aat dengan HI-Fidelity/cafe Mondo & juga veteran personil band hardcore Stepforward, lalu Merdi adalah alumni Toko Buku Aksara, yang juga berkerja sebagai music director dan DJ sebelum Diskoria..
Merdi: Awal ketemu Aat dari sama-sama suka ke Jalan Surabaya nyari piringan hitam gitu sih, terus jadi sering nongkrong bareng, dan ternyata rumah kita dekatan juga, jadi abis itu sering hunting piringan hitam bareng (ini terjadi sekitar tahun 2010). Saat itu kita sama-sama sudah nge-DJ tapi masih sendiri-sendiri, dan karena sering “hunting” bareng, kita jadi suka bahas wacana untuk bisa muterin lagu-lagu Indonesia ini dalam format DJ set gitu sih, sampai akhirnya jadi kebentuk Diskoria di tahun 2015. Secara background memang kita dasarnya sama-sama senang banget musik aja sih, saya kerja di Aksara juga jadi membantu nge-shape mindset saya dalam mendengarkan musik gitu, karena ketika bekerja di Aksara, seperti selalu ada challenge bagaimana menyediakan pilihan “alternatif” untuk pasar saat itu, yang akhirnya ikut kebawa saya dalam proses bermusik.
Aat: Kita berdua berkenalan langsung secara natural di jalan surabaya, di tengah kegiatan rutin kami masing-masing bekerja dan mencari piringan hitam, diantara genre-genre yang kami kumpulkan disana juga ada benang merah mengumpulkan piringan hitam indonesia, yang kalau saya pribadi suka dengan rilisan indo mulai 60an hingga 80an. saat dirilisnya kompilasi Those Shocking Shaking Days, harga vinyl di indo naik drastis dan hampir diluar budget belanja saya, jadi kami mulai mencari ph-ph indo yang belum dikenal banyak namun enak musiknya. Di tengah perbincangan kami di jalan Surabaya, timbul keresahan kami melihat musik Indonesia nampak dianak-tirikan di club level, bahkan dilarang untuk diputar,yang disisi lain, kami berpendapat bahwa banyak rilisan musisi indo dulu yang sangat bisa untuk diputar di club level. Namun keinginan kami untuk memainkan set full Indonesia hanya menjadi wacana kala itu karena kesibukan kami, walau disela kami bermain kadang menyelipkan satu dua lagu Indonesia di set kami masing-masing saat itu. Gayung bersambut di Januari 2015 ketika sebuah kolektif bernama Suara Disko kala itu ingin menggelar pesta dengan konsep full lagu Indonesia selama 6 jam dan mereka mencari DJ untuk keperluan itu, mereka datang ke Merdi dan akhirnya terjadilah acara itu yang diluar dugaan kami bagus respon crowdnya. Ketika itu masih memakai nama Merdi-Aat dan nama Diskoria baru dipakai saat acara Suara Disko vol II, sebuah nama yang diambil dari lagu grup favorit kami, Tita Sisters.
Kenapa Disko? Apakah mungkin kedepan nya kalian membuat unit lain misalnya Prog-ria atau Dangdut-ria?
Merdi: Karena ya memang suka dan dirasa pas aja sih buat saya, karena sebelum ada Diskoria juga saya kalo nge-DJ sendiri suka maininnya disco dan turunannya macam nu-disco, classic disco, italo disco gitu-gitu. Jadi ya memang untuk pilihan clubbing pribadi saya kena-nya di genre disco. Dangdut-ria atau Prog-ria ngga pernah kepikiran, Ria Jenaka sih yang lumayan kepikiran pengen kita revive lagi hahaha.
Aat: Kenapa disko? Ini sebenarnya cara kami mengambil term yang simpel dan mudah diingat, walau sebenarnya banyak materi kami ada di genre pop, namun karena upbeat, kami permudah dengan term ‘Disko’.
5 of your favorite obscure Indonesian songs?
Merdi:
Aat:
Bagaimana cerita dibalik kolaborasi dengan Fariz RM, Dian Sastro, Anton Ismael dan Laleilmanino bisa terjadi?
Merdi: Semuanya terjadi natural dan ternyata ga seribet bayangan awalnya gitu; Om Fariz, kita kontak dan ternyata dia sudah dengar movement Diskoria dan Suara Disko, jadi dia tertarik untuk live dan akhirnya malah bisa tour bareng ke beberapa kota. Dian namanya tercetus waktu kita brainstorm perihal vokalis single kedua dan ketika kita kontak dia merespon dengan baik karena suka lagunya dan juga ada cause untuk membantu Irama Nusantara. Pa’e Anton Ismael juga suka dengan lagunya jadi meeting proses kreatif sampai shooting tidak ada kendala sama sekali selain menyamakan jadwal para talent. Laleilmanino kita sudah kenal dari pertama kali kita manggung (bahkan saat itu belum pakai nama Diskoria), karena mereka datang dan party bareng kita, dari situ kita sudah ada wacana untuk kolaborasi bareng sampai akhirnya terjadi di dua single kita yang rilis di tahun 2019 dan 2020.
Aat: Dengan om Fariz yang memang kami idolakan karya-karyanya, memang suatu kehormatan akhirnya bisa bersanding dengan beliau, yang lagi-lagi prosesnya sangat natural dulu. Dengan Dian, kami memilih dia karena memang kami tau bahwa saat SMA dia juga menyanyi walau tidak sampai rekaman dan cukup iconic dari era 90an. Laleilmanino yang sebenarnya sudah ada sejak acara Suara Disko pertama barulah sekarang akhirnya kami bisa bekerja sama membuat lagu. Dan mas Anton kami memilih beliau karena kami rasa cocok dan beliau tahu apa aim dari kami.
Party-party terbaik yang kalian hadiri?
Merdi: Saya pribadi lumayan terkesan untuk bisa tampil di acara ulang tahun Swara Maharddhika kalau tidak salah tahun 2017 di Bulungan, selain akhirnya bisa dapat apresiasi dari para anggota SM yang memang “mengalami” era musik-musik yang suka Diskoria mainkan, juga ada beberapa kejadian yang membuat hubungan kita dengan para anggota SM ini menjadi bisa dibilang cukup personal.
Aat: Semua gig Suara Disko, dimana tiap acaranya selalu ada momen-momen yang tak terlupakan dan sentimentil buat saya, hingga dari kawan saya yang akhirnya rujuk setelah terpisah dan kawan-kawan kami yang menemukan tambatan hatinya di acara kami hingga akhirnya menikah. Dan juga setiap party yang diadakan oleh kolektif Push//Pull, yang selalu intense dan selalu fresh materinya.
Dari DJ sets dan party-party yang masif sekarang Diskoria sudah merilis 2 single. Can we expect a full album soon? Or maybe a Record Label?
Merdi: Full album selalu di dalam rencana, untuk kapannya belum bisa kita pastikan. Untuk record label, Suara Disko sekarang juga sudah menjalankan perannya sebagai label selain sebagai Event Team, jadi Diskoria akan melakukan berbagai manuver rilisan di bawah payung Suara Disko.
Aat: Yes you can expect an album from us.
Dengan adanya Diskoria, Suara Disko dan Irama Nusantara anak-anak muda sekarang lebih aware ke roots musik Indonesia. Apakah ada tujuan lain yang belum tercapai selain mengedukasi dan mengajak orang-orang untuk berdansa?
Merdi: Mungkin harapan supaya bisa ada dukungan konkrit bagi Irama Nusantara sehingga mereka tetap bisa menjadi sumber informasi akan budaya musik popular Indonesia. Seperti kita ketahui sejauh ini pemerintah sudah tidak lagi menyokong program-program Irama Nusantara.
Aat: Lewat Irama Nusantara dengan sisi edukatif nya dan kami lewat sisi fun nya kami percaya, sedikit banyak musik Indonesia akan selalu menjadi pilihan buat generasi sekarang dan mendatang, lewat ‘bahasa’ khas anak muda yang mudah dimengerti, sebuah party.
Apakah ini cuma perasaan saya atau memang ada benang merah antara City Pop Jepang, A.O.R. Amerika (Adult Oriented Rock) dan Musik pop Indonesia ‘80an?
Merdi: Iya saya rasa juga begitu, mungkin memang saat itu mereka semua sedang melihat apa yang sedang terjadi di negara “kiblat musik” dunia dan mencoba membuat interpretasi masing-masing sampai akhirnya jadi seperti itu.
Aat: Saya sependapat, walau tidak terlalu kental namun saya rasa memang dulu dunia terpengaruh genre itu, dan percayalah makin dalam kita menggali musik Indonesia, kita semua akan lebih sering tercengang mendengarnya, betapa mereka maju dulu di saat semua keterbatasan menghadang.
Do you think music is going full circle? Kenapa ada sense of nostalgia walaupun mungkin anak-anak sekarang tidak mengalami tumbuh di tahun ‘70-‘80 tapi mereka mulai menggali lebih dalam musik-musik Nusantara lama, membeli vinyl City Pop Jepang dan mereka juga joget di party-party Diskoria seolah merasakan nostalgia..
Merdi: Makin kesini menurut saya musik itu lebih ke borderless sih, siapa saja bisa menyukai genre apa saja melalui medium mana saja. Jadi secara referensi sudah tidak bisa ditebak lagi, misalnya; rapper dengan genre trap memasukkan unsur musik shoegaze juga jadi sudah tidak aneh sekarang, karena itu tadi, siapa saja sudah bisa mendengarkan apa saja di era sekarang ini.
Aat: Merasakan nostalgia atau merasakan kalau ini adalah sesuatu yang baru tidak masalah buat saya, selama resultnya mereka menjadi aware dengan keberadaan musik Indonesia dulu dan sekarang.
Bagaimana pandemi ini mempengaruhi kalian secara profesional dan personal? Any pandemic survival tips for the people?
Aat: Praise + laugh and praise some more.
Merdi: Secara professional sulit untuk dikatakan, karena selama pandemi saya bukan lagi berprofesi sebagai DJ, tapi staf pengajar anak hahaha. Secara personal saya masih bisa merasakan banyak hal baik selama saya di rumah karena pandemi ini, dulu saya bisa hampir tiap hari bisa minum alkohol karena harus kerja dan meeting di luar dan macam-macam, sekarang saya tiap hari minum air putih terus, jadinya badan juga berasa lebih enak. Pandemic survival tips? Seperti kata Aat, praise & laugh and praise some more.
www.thebastardsofyoung.com
Order from 9 AM - 7 PM
LINE: bastards_of_young
Phone : 0812-2002-9263 (SMS only)